NunMedia.ID – Sungguh merupakan peristiwa heroik, setiap kali membincang peristiwa revolusi kemerdekaan Republik Indonesia yang kini berusia 79 tahun. Peristiwa itu terjadi tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 Masehi atau bersamaan dengan hari Jumat, 9 Ramadlan 1364 Hijriyah.
Sangking heroiknya, begitu bangsa ini merdeka seolah-olah semua problema menjadi lepas dan bebas. Banyak di antara kita lupa bahwa proklamasi kemerdekaan negeri ini masih hanya sebatas bebas dari penjajahan pisik bangsa lain. Namun, belum bebas dari arogansi bangsanya sendiri, egoisme pribadi, dan nafsu ammarah masing-masing pribadi warganya. Berarti kemerdekaan bukan akhir perjuangan, tapi awal kedaulatan untuk menuju kehidupan yang diharapkan.
Itulah sebabnya, dalam sebuah riwayat telah dikisahkan bahwa ketika pasukan kaum Muslimin sepulang dari Perang Badar, semua sahabat Nabi sama bereforia, sambil meneriakkan rasa suka cita dengan ucapan : رجعنا من الجهاد الا كبر – رجعنا من الجهاد الا كبر – رجعنا من الجهاد الا كبر”Telah pulang kita semua dari perang yang sangat besar 3×” Mendengar yel-yel para sahabat tersebut, Rasulullah Saw menjawab: رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul Saw menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.” Sekalipun banyak muhaddist (pakar ilmu hadis) mempertanyakan kesahihan riwayat hadis tersebut, namun secara maknawi hadis ini sangatlah sesuai dengan realitas. Faktanya, memang melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh.
Memang, berjihad mengangkat senjata seluruhnya adalah bernilsi kebaikan. Jika kalah dan terbunuh, akan mendapatkan derajat syahid yang balasan jaminannya tentu masuk surga. Dan jika menang, akan mendapat kemuliaan, mendapatkan rampasan perang, serta ganjaran besar siap menanti. Tiada kerugian bagi mereka yang berperang melawan musuh pada waktu itu. Namun, peperangan melawan hawa nafsu yang ada dalam diri sendiri ternyata tidaklah segampang itu. Jika kalah, akan mendapatkan neraka. Jika menang, akan diuji dengan godaan yang lebih berat lagi.
Senantiasa akan terus seperti itu sampai akhirnya ajal menjemput. Pertempuran melawan hawa nafsu dan diri sendiri ternyata sangatlah berisiko. Perang melawan diri sendiri mengisyaratkan perang yang terberat daripada perang melawan musuh Islam. Dalam Alquran ditekankan, untuk melawan sesuatu yang datang dari dalam diri jauh lebih berat daripada melawan musuh dari luar. Dalam surah an-Naas disampaikan, “Katakanlah, aku berlindung dengan Rabb manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari waswas (bisikan) setan yang bersembunyi.
Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (Yang berasal) dari jin dan manusia.”(QS an-Naas: 1-6).Dalam surat ini, manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah sebanyak tiga kali. Seorang Muslim disuruh berlindung kepada Allah sebagai Rabb, Penguasa, dan Sembahan manusia. Semua itu hanya untuk menghadapi rasa waswas yang datang dari dalam dirinya.
Berbeda dengan surah al-Falaaq yang menyatakan, “Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan, dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan, dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”(QS. al-Falaaq: 1-5). Dalam surah ini, perintah untuk berlindung kepada Allah hanya satu kali.
Padahal, kejahatan yang menyerangnya datang dari beraneka ragam, yakni kejahatan malam, wanita tukang sihir, dan para pendengki. Dari surah an-Naas dan surah al-Falaaq dapat disimpulkan, melawan sesuatu yang datang dari diri sendiri jauh lebih berat ketimbang melawan musuh dari luar. Untuk itulah, seseorang diseru untuk berlindung tiga kali lebih banyak ketika menghadapi dirinya sendiri.
Seseorang yang dapat mengangkat beban yang sangat berat terkadang tidak mampu mengangkat selimutnya untuk menunaikan shalat Subuh atau shalat Tahajud. Seorang yang melakukan perjalan sangat jauh terkadang tak mampu berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Hal ini membuktikan, melawan godaan yang datang dari diri sendiri lebih berat ketimbang melawan sesuatu yang nyata dari luar. Menaklukkan hawa nafsu dan melawan godaan-godaan setan ternyata lebih berat daripada melawan musuh Islam.
Dalam surah an-Naas juga diisyaratkan, betapa hebatnya rasa waswas dan galau yang diciptakan setan bagi manusia. Waswas adalah usaha setan untuk mengganggu seseorang Muslim agar tidak memiliki keikhlasan dalam hidup dan ibadahnya. Waswas juga membuyarkan sesuatu yang sudah jelas dalam ajaran agama. Rasa waswas yang diciptakan setan juga bisa menjadikan seseorang seperti orang gila. Terkadang, ia bisa mengulang-ngulang perbuatan yang sama.
Seperti ragu, apakah ia lepas angin atau tidak. Hal ini seperti ditegaskan Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Apabila ada di antara kalian ketika shalat merasakan ada yang bergerak dalam duburnya seperti berhadas atau tidak dan dia ragu, maka janganlah dibatalkan shalatnya sehingga mendengarkan suaranya atau mencium baunya.” (HR Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi). Hal ini juga dikuatkan dalam sebuah kaidah fikih, “Suatu keyakinan itu tidak bisa dihilangkan dengan sebuah keraguan.” Kesimpulannya, sesuatu yang hanya berdasar pada perasaan atau keraguan tidak bisa dijadikan pedoman untuk memutuskan bahwa wudhu atau shalat kita itu batal. Tentu saja, keraguan lebih tidak bisa lagi untuk memutuskan perkara yang lebih besar dari sekadar wudhu. Demikian juga rasa waswas dan galau yang menjangkiti generasi muda umat Islam.
Dengan galau yang meliputi hati, menjadikan generasi muda tidak lagi produktif dan bermanfaat. Padahal, banyak kreativitas dan prestasi yang bisa diraih ketika usia masih muda. Surah an-Naas menegaskan, seseorang tidak bisa menganggap enteng bisikan-bisikan negatif yang datang dari dalam dirinya. Berlindunglah kepada Allah tiga kali lebih banyak untuk menaklukkan diri sendiri. Banyak orang hebat ditumbangkan karena tak mampu melawan godaan dari dalam dirinya. Banyak pejabat hebat yang terjatuh karena tak mampu melawan bisikan korupsi dari dalam dirinya. Semoga kita bisa menjinakkan nafsu yang membara dalam diri menuju pada ridha Allah Swt. Amiin
DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA
Indonesia bukanlah sekedar nama.Ia sungguh ada, terbentang di persada Nusantara.Ada banyak kenangan, cinta, luka, dan derai air mata.Ada tempat bertualang dan ada belulang yang berpulang.
والله اعلم بالصواب _Semoga NKRI oleh Allah Swt dijadikan sebagai Baldah Thoyyibah Wa Robbun Ghofur, اللهم آمين 🤲_